Waktu masih kerja di radio, nggak pernah kebayang apa ya rasanya kalau datang waktunya pensiun? Atau lebih parah lagi bagaimana ya rasanya kalau kontrak gue nggak diperpanjang?
Ternyata setelah beberapa tahun lewat dari hari di mana saya memutuskan berhenti bekerja di radio, rasanya...baik-baik aja tuh! :)) Sering orang bertanya: " nggak kangen siaran?" Jawaban saya (sampai tulisan ini di posting): "Nggak tuh". Jawaban ini rasanya tidak sejalan dengan cita-cita saya sejak kecil: menjadi broadcaster. Padahal banyak teman-teman "veteran" broadcaster yang bilang: "Siaran itu ngangenin, loh!"
Hari ini saya jadi terpikir untuk bikin daftar, kemungkinan-kemungkinan yang bikin saya tidak rindu kembali bekerja di stasiun radio:
1. Saya malu saat harus menyiarkan informasi yang saya sendiri tidak yakin benar (contoh: waktu membaca iklan baca/adlibs atau menginterview klien saat talkshow blocking time berbayar). "jadi jangan lupa beli ya produk pemutih wajah ini, dijamin pasti kulit anda makin mulus". (yeah right :p)
2. Saya merasa konyol jika harus memutarkan lagu yang menurut saya "basi". "The audience loves it, just put it on airplay! Or else i'll cut your contract Said the boss :p
3. (ini analisa suami saya) Saya kehilangan kecintaan pada radio saat saya kehilangan ayah saya. (My dad was a well known radio broadcaster & one of the pioneer of commercial radio station in Indonesia).
Nggak penting juga buat tahu alasan saya tidak kangen siaran di radio (sampai tulisan ini di posting). It's just a list.
Sekarang sebagai pendengar radio pun rasanya saya tidak merasa kehilangan saat tidak mendengarkan siaran radio dalam jangka waktu yang panjang. Sangat aneh! Sebab dulu saya selalu tertidur bersama (siaran) penyiar favorit saya.
Bahkan beberapa minggu lalu dihadapan mahasiswa saya, saya bilang: "I don't listen to radio anymore. It's too boring".
Sebegitu putusnya kah hubungan saya dengan dunia siaran radio? Seandainya, format siaran radio (di jakarta) bisa lebih beragam, barangkali saya akan rindu (bekerja & menjadi pendenar) radio. Keseragamanlah yang membuat format radio yang "sangat saya" harus "disesuaikan dengan selera khalayak (walau khalayak yang dimaksud nampaknya adalah khalayak pengiklan & pemodal, bukan pendengar). Keseragaman jugalah yang membuat saya patah arang untuk sekedar menjadi pendengar loyal sebuah siaran radio.
Saat ini, rasanya saya mendengar sayup-sayup suara ayah saya berteriak-teriak: "Karena menggunakan ranah publik, yaitu frekuensi, siaran broadcast harus menjamin diversity of ownership &diversity of content".
* mengenang ulang tahun ke 71 Mama tercinta: Zainal "Bung Daktur" A Suryokusumo; Praktisi, Pendidik, dan Aktivis dunia penyiaran (25 mei 1939- 30 agustus 2007). I really miss the discussion session we use to have :(
Thursday, May 27, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)