Friday, February 23, 2007

MAU IKUT SARAN BILL GATES?


Dalam sebuah acara Bill Gates berbagi pengalamannya sebagai orang tua di era cyber.
Ia mengaku membatasi waktu anak-anaknya beraktifitas di depan komputer dan video games selama 45 menit di hari sekolah dan satu jam di akhir pekan. Bill dan istrinya, Melinda merasa bahwa setiap orang tua penting mengetahui apa saja yang dilihat dan dilakukan anak-anaknya ketika mereka berada di depan komputer, dan yang lebih penting lagi adalah untuk mengajak anak-anak berkomunikasi setelahnya (http://news.yahoo.com/s/nm/microsoft_gates_daughter_dc&printer=1;_ylt=AtxyCRuJBrZl20d2ODByothU.3QA).

Mudah-mudahan sih, ini bukan cuma sekedar kampanye public relations Gates untuk software terbarunya: Microsoft Vista, yang memiliki fasilitas kontrol bagi orang tua dalam mencatat situs-situs yang dikunjungi serta siapa saja yang diajak chat anak-anaknya

KALAU MAU BERPROMOSI DI RADIO




Semalam seorang teman menelepon. Obrolannya singkat dan padat: Minta bantuan kerjasama promosi sebuah event yang akan digarapnya dengan stasiun radio tempat saya bekerja. Secara terus terang saya bilang, bahwa status saya di radio itu cuma penyiar paruh waktu. Berarti, saya hanya bisa meneruskan kebutuhan teman saya ini ke bagian promosi, keputusannya ya tergantung bagian promosi. Lalu teman saya bilang (dengan nada sangat terburu-buru), “Acaranya untuk weekend ini. Aku kasih space logo radio-mu deh di buku panduan event & spanduk….”

Saya cuma bengong. Nah lo…, dia mengontak saya hari senin untuk kerjasama promosi event di hari Sabtu? Ini bukan masalah ngerepotin ya…tapi kalau saya sih lebih nelongso karena kelihatannya teman saya ini tidak tahu bahwa berpromosi melalui radio tidak bisa efektif jika tidak dilakukan secara repetitif.

Keharusan memasang iklan secara repetitif ini disebabkan karena karakteristik media radio yang selintas dengar. Artinya, apapun yang kita simak di radio hanya berjalan selintasan. Misalnya, kita tidak bisa meminta secara khusus lagu yang barusan diputar penyiar dengan alasan karena tadi kurang menyimak (Idih…idih…emang stasiun radionya milik kamu seorang :)). Ini berlaku juga untuk iklan. Iklan radio baru akan efektif jika dipasang berulang kali. Makin sering iklan disiarkan, makin efektif penyampaian pesan yang dilakukan. Jadi, idealnya teman saya jauh-jauh hari sudah harus menyiarkan iklannya mau event-nya ramai dikunjungi penonton.


Ah, tapi ini baru satu kasus. Beberapa waktu lalu, saya sempat bertemu seorang pemilik usaha hiburan yang minta tolong petunjuk berpromosi di radio. Si pemilik usaha hiburan ini punya anggaran lumayan besar untuk promosi di radio. Sayangnya, ia cuma tahu iklan radio itu ada dua: yang secara live dibacakan penyiar saat siaran (bahasa radionya: adlibs) dan spot atau jingle iklan (iklan yang disiarkan dalam bentuk rekaman).

Padahal sebenarnya ada begitu banyak model promosi yang bisa dilakukan melalui media radio dan yang perlu diketahui calon pengiklan adalah bahwa setiap stasiun radio memiliki kebijakan berbeda dalam proses kreatif pemasangan iklan. Jadi kalau mau efektif beriklan melalui media radio, coba deh ikuti beberapa langkah berikut ini:

Hubungi bagian sales atau marketing atau promosi stasiun yang bersangkutan (karena bagian inilah yang menjadi jembatan antara calon pengiklan dengan bagian program –yang bertanggungjawab atas segala sesuatu yang disiarkan di stasiun tersebut-
Kemukakan kebutuhan promosi anda
(Seharusnya) Bagian sales atau marketing atau promosi akan meminta program director (sebagai penanggungjawab siaran) untuk memberikan masukan ide kreatif promosi (supaya promosi yang anda lakukan nggak melulu adlibs, spot atau jingle saja)


Kalau sampai bagian sales atau marketing atau promosi tidak menyarankan anda bertukar pikiran dengan program director, harap maklum. Terus terang sumber daya manusia di industri radio (barangkali juga di industri media jenis lain) kita (baca: Indonesia) belum semuanya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, anda sebagai pihak “yang punya duit” yang sebaiknya meminta bertukar pikiran dengan sang program director. Program director-lah yang nantinya akan merealisasikan mimpi anda untuk mendapatkan promosi yang efektif di radio.

Selamat berpromosi melalui media radio :)



DIGOSOK MAKIN SYIIIIIIIIP…


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengharamkan tayangan infotainment televisi karena dinilai tergolong ghibah alias bergosip (Koran tempo, 27 Juli 2006). Beberapa waktu kemudian Ketua Majelis Ulama Indonesia, Amidhan menyatakan sependapat dengan fatwa Nahdlatul Ulama yang mengharamkan isi infotainment yang menayangkan aib orang lain (Koran Tempo, 8 Agustus 2006).

Jujur aja nih, saya pernah jadi antek-antek (baca: pekerja lepas) salah satu rumah produksi yang program andalannya adalah infotainment. Lebih jujur lagi, saya juga lumayan rajin nonton infotainment di televisi nasional, lokal, maupun berbayar (baca: televisi kabel). Tapi dari lubuk hati yang paling dalam (kalimat sok serius ini saya ketikan demi menunjukkan kejujuran saya yang teramat sangat J) saya juga sering merasa terganggu dengan berbagai tayangan infotainment yang ada di televisi kita. Sayangnya siapa yang mau peduli dengan terganggunya seorang penyiar radio nggak ngetop yang juga pernah ikut ambil bagian dalam industri infotainment (Sumpah deh, saya cuma jadi narator dan sebelum tandatangan kontrak kerja, katanya program itu bergenre woman’s magazine bukan infotainment), seperti saya J

Yah…apa mau dikata….! Ketika kita hidup di dunia yang semuanya ditentukan dengan selera pasaran (Saya nggak salah ketik! Saya memang sengaja mengetikkan pasaran, bukan pasar J) seperti sekarang, mau tak mau ketidaksukaan segelintir orang yang tidak terhitung melalui penelitian kuantitatif akan dianggap angin lalu. PBNU dan MUI boleh seia-sekata, tapi toh Ilham Bintang pasang dada membela industri yang diciptakannya. Menurut Bintang (Koran Tempo, 27 Juli 2006), sejak 1997 sampai dengan 2006, tayangan infotainment Cek & Ricek yang diproduksinya “hanya” menyiarkan 55 artis yang bercerai.

Daripada kita terlibat dengan perdebatan antara kaum (yang mengaku) agamis dan kaum (yang tidak mengaku) penyebar gossip, mending kita ulik pernyataan Ilham Bintang sang pionir infotainment di Indonesia itu dari sisi penelitian media. Pernyataan Bintang bahwa tayangannya hanya menyiarkan 55 artis yang bercerai sepanjang sembilan tahun bisa dibilang pernyataan yang menyederhanakan permasalahan.

Mari kita lihat: sepanjang sembilan tahun hanya ada 55 artis yang dikabarkan bercerai oleh program hasil kemasan rumah produksi Ilham Bintang. Di Negara yang selebritis-nya sebanyak Indonesia (Gimana nggak banyak….satu kali nongol jadi figuran aja udah bisa masuk infotainment) jumlah tersebut memang tidak besar. Tapi, jangan salah! Kalimat tadi maknanya sangat buram.

Kok bisa buram? Mari kita lihat: misalnya, artis A bercerai. Artis B bercerai. Kalau menurut perhitungan Pak Bintang, kelihatannya contoh-contoh ini akan dihitung sebagai dua artis yang bercerai. Rasanya keponakan saya yang baru masuk TK juga tahu, hasil penjumlahan contoh tadi adalah dua. Sayangnya, keponakan saya, juga sebagian konsumen dan produsen media, tidak tahu (atau belagak tidak tahu) bahwa menghitung isi media tidaklah semudah pelajaran matematika anak TK.

Dalam penghitungan isi media dibutuhkan kemampuan interpretatif dan pengetahuan yang baik atas isi media yang akan dianalisa (Stokes, 2005). Kemampuan ini dibutuhkan karena untuk menganalisa isi media secara ilmiah, kita harus dapat menentukan terlebih dahulu kategori-kategori yang akan dianalisa.

Ilustrasinya: Untuk meneliti seberapa sering berita perceraian artis disiarkan sebuah program infotainment, maka peneliti terlebih dahulu wajib menetapkan periode program siaran yang akan diamati, misalnya: antara tahun 1997 sampai dengan 2006. Lalu berdasarkan tujuan penelitian, peneliti berhak membuat sejumlah kategori, contoh: Untuk mengetahui seberapa banyak tayangan infotainment menyiarkan berita perceraian artis, peneliti bisa membuat kategori penelitiannya atas jumlah pemberitaan kasus perceraian artis yang disiarkan sepanjang periode penelitian. Langkah selanjutnya adalah: peneliti mengamati dan menghitung jumlah tayangan sepanjang periode penelitian yang memberitakan kasus perceraian artis.

Jadi, kalau artis A tanggal 10 Agustus 2006 dilaporkan mengugat cerai istrinya yang dituduh selingkuh. Pada 11 Agustus 2006 istri artis A membuat konferensi pers menampik tuduhan suaminya. Lalu, pada 12 Agustus 2006 artis A dan pengacaranya membuat konferensi pers guna membeberkan bukti adanya perselingkuhan sang istri. Ditambah lagi pada 13 Agustus muncul pernyataan dari mertua artis A, bahwa tuduhan anaknya selingkuh adalah bohong belaka. Lantas diteruskan lagi dengan pemberitaan pada 14 Agustus 2006 yang mengambil potongan wawancara dengan Satpam rumah artis A yang mengaku pernah memergoki artis A “jalan bareng” seorang artis muda berbakat…Mari kita hitung bersama: Berapa kali berita kasus perceraian artis A muncul?

Jumlahnya bukanlah satu artis yang bercerai, melainkan: LIMA KALI, saudara-saudara sekalian! Ini penghitungan sederhananya:

Artis A dilaporkan mengugat cerai istrinya yang dituduh selingkuh.
Istri artis A membuat konferensi pers menampik tuduhan suaminya.
Artis A dan pengacaranya membuat konferensi pers guna membeberkan bukti adanya perselingkuhan sang istri.
Pernyataan dari mertua artis A, tuduhan anaknya selingkuh adalah bohong.
Potongan wawancara dengan Satpam rumah artis A yang mengaku pernah memergoki artis A “jalan bareng” seorang artis muda berbakat.

Dalam lima hari kasus perceraian artis A diberitakan sebanyak lima kali. Ini baru satu artis. Bayangkan kalau dalam waktu sama ada tiga artis yang dalam proses perceraian dan semuanya mendapatkan kesempatan yang sama dengan artis A untuk diberitakan dalam sebuah tayangan infotainment. Ada 15 kali pemberitaan perceraian artis yang muncul dalam 5 hari di sebuah tayangan infotainment. Harap diingat: Ini baru perumpamaan perhitungn pemberitaan kasus perceraian artis dalam satu program infotainment.

Kembali lagi ke pernyataan Ilham Bintang bahwa tayangan infotainment Cek & Ricek yang diproduksinya “hanya” menyiarkan 55 artis yang bercerai, sebagai “pemerhati infotainment”, kita semua harus mencerna dengan kritis hasil penghitungan Bintang. Apakah pernyataan tersebut maksudnya Cek & Ricek betul-betul hanya menayangkan 55 artis yang bercerai atau… sebenanya, Cek & Ricek menyiarkan berita 55 orang artis yang bercerai, lantas mengemasnya ke dalam sejumlah headline dengan penarikan angle yang beranekaragam. Sehingga, total pemberitaan kasus perceraian artis bisa menjadi jauh lebih banyak daripada jumlah artis yang sedang dalam proses perceraian.

Ah….namanya juga gossip. Makin digosok, makin syiiiiip…..