Wednesday, July 19, 2006

PADA SUATU HARI

30 Oktober 1938

Jutaan warga Amerika Serikat gempar! Jalanan macet total, rumah-rumah ditinggalkan penghuninya, sistem komunikasi mengalami kemacetan. Pasalnya, mereka dikejutkan sebuah news bulletin yang disiarkan salah satu radio. News bulletin tersebut, menurut para pendengar, melaporkan mahluk mars telah menyerbu bumi. Selidik punya selidik, ternyata news bulletin tersebut adalah bagian dari sandiwara radio yang diangkat dari karya H.G. Welles, bertajuk “War of the Worlds” atau yang kemudian lebih dikenal dengan “Invasion from Mars”.
Orson Welles, sang broadcaster yang menjadi otak di balik penyiaran sandiwara radio tersebut, barangkali tak menyangka sandiwaranya akan dikenang sepanjang masa.

17 Juli 2006

Setelah diguncang gempa, Warga Jakarta dikejutkan dengan berita terjadinya tsunami di Pangandaran. Berbagai pertanyaan muncul, “Apakah tsunami juga akan melanda Jakarta?” “Apakah ini tanda-tanda kiamat?” (Siapa juga yang bisa tahu kapan kiamat datang?)


BENAR:

SALAH:

  • Tindakan Orson Welles mengemas sandiwaranya sehingga terdengar seakan-akan seperti sebuah news bulletin.
  • Tindakan sebagian media massa (terutama elektronik) yang secara terburu-buru memberitakan tentang terjadinya tsunami di Pangandaran, saat pihak yang lebih berkompeten belum mengeluarkan pernyataan resmi.
  • Tindakan sebagian media massa (terutama elektronik) pasca gempa Pangandaran dan sekitarnya yang menginterview narasumber dari orang awam yang dianggap menjadi saksimata dengan mengajukan pertanyaan teknis, seperti: benarkah terjadi tsunami? (Lah, emangnya kita semua pernah dapet pelajaran tentang bedanya tsunami dengan gelombang pasang biasa?)

MENGAPA SALAH?


Kejadian sandiwara radio Orson Welles melahirkan teori komunikasi yang menyatakan bahwa isi media massa dapat berpengaruh langsung pada audience. Teori ini dikenal sebagai Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Theory) atau Magic Bullet Theory. Artinya, apapun yang disajikan media massa, masyarakat akan langsung mempercayainya. Buktinya? Lihat lagi kejadian di tanggal 30 Oktober 1938 di atas!

Memang di jaman sekarang teori yang muncul pada tahun 1920an dan 1930an ini sudah dianggap basi. Berbeda dengan masa tahun 20an atau 30an, masyarakat jaman sekarang (kebanyakan) cenderung tidak hanya secara pasif menerima pesan yang disampaikan media massa. Tidak lagi seperti dasar pemikiran teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Theory) atau Magic Bullet Theory, yang menganggap semua manusia, tanpa kecuali menerima dampak yang sama dari isi media yang dikonsumsinya.

KENYATAANNYA:


Tapi kelihatannya, teori ini kadang masih berlaku di beberapa tatanan masyarakat. Mengingat rata-rata (ini asumsi saya, loh!) masyarakat Indonesia masih belum melek media (baca: masih he-eh aja dengan apa yang diberitakan medianya), nggak heran kemarin ada orang-orang yang was-was mendengar berita gempa dan tsunami di pesisir selatan Jawa.

LANGKAH SELANJUTNYA:

  • Buat konsumen media, jangan buru-buru panik kalau ada informasi dari media massa. Saatnya kita untuk cari akses informasi lain, telepon saudara yang ada di daerah bencana atau pihak yang lebih berkompeten, misalnya (walau kadang jawabannya sama basinya dengan berita media.
  • Buat pekerja media massa, sadarlah! Kalau masyarakat panik, anak, istri, suami, calon istri & suami, sahabat, dan handai taulan anda bisa jadi salah satu diantaranya. Tega amat bikin angka sakit jantung di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya rating atau penjualan media! Pada suatu waktu (Insya Allah), konsumen akan lebih cerdas dan cermat dalam mengkonsumsi medianya. Di saat itu anda akan sadar, ternyata mencari dan mengemas berita tidaklah semudah yang anda bayangkan.

No comments: