Kemana Harus Mengadu?
KOMPAS 19 November 2007 di headline-nya "Dari Lingkungan yang Salah Mereka Meniru...." memuat kutipan pernyataan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Fetty Fajriati Miftach berkaitan dengan aksi kekerasan di televisi. " KPI tidak memiliki wewenang terhadap program televisi yang menayangkan acara kekerasan karena berkaitan dengan produk dan kebebasan pers yang tidak boleh dimatikan", demikian menurut Fetty. "Namun, bila tayangan tersebut mempertontonkan gambar yang tidak layak dilihat, sadis, atau porno, kami baru bereaksi dan menegur stasiun televisi yang menayangkannya dan juga Dewan Pers", lanjutnya.
Aneh, kok pernyataan pertama dan kedua sepertinya bertentangan? Pernyataan pertama menyatakan bahwa KPI tidak punya wewenang atas acara kekerasan karena berhubungan dengan kebebasan pers. Di pernyataan kedua narasumber yang sama menyatakan kalau mempertontonkan gambar yang tidak layak dilihat, sadis, atau porno, KPI bisa bereaksi.
Padahal, undang-undang penyiaran tahun 2002 pasal 35 (5b) menjelaskan bahwa: Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkoba, dan obat terlarang.
Mudah-mudahan sih cuma saya yang salah memahami pesan yang disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ini saja. Sebab jika benar KPI tidak berwenang atas acara yang bermuatan kekerasan demi dalih kebebasan pers, lantas harus kemana lagi publik (sebagai PEMILIK FREKUENSI) mengadu?
KOMPAS 19 November 2007 di headline-nya "Dari Lingkungan yang Salah Mereka Meniru...." memuat kutipan pernyataan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Fetty Fajriati Miftach berkaitan dengan aksi kekerasan di televisi. " KPI tidak memiliki wewenang terhadap program televisi yang menayangkan acara kekerasan karena berkaitan dengan produk dan kebebasan pers yang tidak boleh dimatikan", demikian menurut Fetty. "Namun, bila tayangan tersebut mempertontonkan gambar yang tidak layak dilihat, sadis, atau porno, kami baru bereaksi dan menegur stasiun televisi yang menayangkannya dan juga Dewan Pers", lanjutnya.
Aneh, kok pernyataan pertama dan kedua sepertinya bertentangan? Pernyataan pertama menyatakan bahwa KPI tidak punya wewenang atas acara kekerasan karena berhubungan dengan kebebasan pers. Di pernyataan kedua narasumber yang sama menyatakan kalau mempertontonkan gambar yang tidak layak dilihat, sadis, atau porno, KPI bisa bereaksi.
Padahal, undang-undang penyiaran tahun 2002 pasal 35 (5b) menjelaskan bahwa: Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkoba, dan obat terlarang.
No comments:
Post a Comment