NGERI JUGA JADI WARTAWAN
TEMPO Interaktif ( Kamis, 3 April 2008) melaporkan Aliansi Jurnalis Independen mendesak pihak kepolisian mengusut pelaku penganiayaan terhadap wartawan TV One. Penganiayaan dialami oleh dua orang wartawan TV One, Aditya dan Eko Subiyakto, ketika hendak meliput di kawasan pabrik Jababeka, Cikarang, beberapa hari lalu. Keduanya dianiaya petugas berseragam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Sumber yang sama menjelaskan, laporan yang diterima AJI mencatat sedikitnya 12 kasus serupa terjadi pada 2007.
Sayang di laporan yang saya "klik" judulnya di tempointeraktif tidak dibeberkan bagaimana penjelasan dari pihak petugas yang menganiaya para wartawan. Tanpa bermaksud membela tindak kekerasan yang dilakukan, beberapa kali saya sempat mengamati tindakan wartawan yang juga (menurut saya) mengganggu kenyamanan narasumber.
Contoh sederhana misalnya, saat kondisi berduka sejumlah wartawan tetap merangsek ke keluarga seorang selebriti yang meninggal dunia (nggak tahu juga sih pihak keluarga keberatan atau nggak. Tapi kalau saya yang jadi keluarganya pasti wartawannya sudah saya usir dengan tidak terhormat), belum lagi penayangan gambar jenazah yang, aduh....rasanya ngga layak dipertontonkan.
Saya memang bukan wartawan. Saya juga bukan orang yang layak dikejar-kejar wartawan jadi narasumber. Sesungguhnya saya tak tahu bagaimana perasaan para narasumber yang dikejar-kejar wartawan. Mungkin saya berempati berlebihan terhadap para narasumber yang ingin memiliki privasi, atau setidaknya ingin menyiapkan kata-kata untuk diungkapkan di depan media.
Seorang aktivis dan wartawan media penyiaran senior pernah bilang: "Semua profesi pasti berisiko. Termasuk juga menjadi wartawan. Banyak wartawan menjadi tawanan perang, bahkan sampai meninggal dalam kondisi tak layak. Itulah resiko profesi."
Selamat berjuang teman-teman wartawan.Mudah-mudahan kalian ditunjang dengan asuransi yang memadai.
No comments:
Post a Comment