Wednesday, January 02, 2008

TANGGAPAN YANG CEPAT TANGGAP

20 November 2007 lalu, saya mem-posting tulisan mengenai keresahan saya tentang kutipan pernyataan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Fetty Fajriati Miftach yang dimuat KOMPAS 19 November 2007 berkaitan dengan aksi kekerasan di televisi. Tersirat bahwa KPI tak berwenang terhadap program televisi yang menayangkan acara kekerasan karena berkaitan dengan produk dan kebebasan pers yang tidak boleh dimatikan (baca: Kemana Harus Mengadu?). Selain menulis di blog ini, saya juga mengirimkan e-mail ke website KPI sehubungan hal yang sama.

Alhamdulillah, tak lama kemudian, Fetty Fajriati, mengirimkan tanggapan, langsung ke e-mail pribadi saya. Tujuannya, apalagi, kalau bukan klarifikasi atas dimuatnya kutipan wawancara tersebut. Dalam e-mail-nya, sang wakil ketua KPI ini kurang lebih menjelaskan bahwa wartawan yang mewawancarainya selama 15 menit itu hanya memuat keterangan dari KPI sebagai tempelan dankutipan tersebut ditempatkan ditempat yang tidak tepat.

Dalam klarifikasinya, dijelaskan bahwa saat diinterview pertanyaan yang diajukan adalah apakah program kriminal di televisi seperti buser, sergap danser..ser lainnya bisa dilarang? Jawaban Fetty adalah: Sepanjangitu produk pers, KPI tidak berwenang melarang ia bertumbuh di televisi kita. Karena itu berkaitan dengan freedom of press yang saat ini kita junjung tinggi. Tetapi KPI bisa berwenang untuk memberikan sangsi administratif dan pidana bila ia melanggar peraturan yang ditetapkan KPI dalam P3 SPS yaitu PedomanPerilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Bila ada adegan kekerasan, porno, dan cabul yang tidak tidak sesuai dengan isi berita, maka KPI berhakmemberi teguran. Bila terjadi lagi, ditegur lagi,sampai 3 kali. Bila tidak diindahkan juga setelah 3kali teguran, maka KPI berhak untuk meminta stasiun televisi menghentikan program itu, setelah KPIberunding dengan Dewan Pers. Tetapi sesuai dengan azas kebebasan pers, televisi yang bersangkutan bisa saja membuat program serupa dengan nama berbeda, sebagai pengganti dari programyang dilarang KPI itu, asal mau mengikuti P3 SPS KPI.

Senang juga, e-mail saya ditanggapi langsung secara pribadi dan profesional. Dalam balasan saya ke e-mail pribadinya, saya memberi ide agar KPI mengklarifikasi tulisan di KOMPAS tersebut. Sayang sampai sekarang e-mail saya tak berbalas, entah setuju atau tidak dengan pendapat saya, bisa karena sibuk, atau kesal dengan balasan saya yang bilang bahwa sebaiknya klarifikasi dilakukan supaya KPI tidak dibilang mandul.

Mudah-mudahan sebagai badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan, para anggota KPI siap sedia dengan kritik pedas dari Warga Negara Indonesia yang notabene pemilik frekuensi sebagai ranah publik kita. Selamat Bekerja KPI!